Padahal dulu, setiap ada apapun yang terasa perlu dikeluhkan maka akan lari ke sini.
Sayangnya, aku sudah cukup penat di setiap harinya sehingga untuk sekadar menulis saja rasanya malas sekali.
Namun, untuk kali ini izinkan aku untuk memulai kembali sebuah cerita yang mungkin saja akan dikenang saat dibaca kembali.
Bandung, 01 September 2019
Hari ini aku akan memulai perjalanan baru yang sudah ku semogakan dari sekian tahun yang lalu.
Alhamdulillah, Maha Baik sekali Allah-ku ini.
Terhitung sejak hari pengumuman bulan lalu, aku resmi dan tercatat sebagai seorang mahasiswi Pascasarjana di Universitas Pendidikan Indonesia.
Sebuah cita yang dengan demikian indahnya Allah beri dan kabulkan.
Perjalanan ini tentu tidak akan mudah, bukan diri ini pesimis, melainkan ini memang sebuah ujian yang harus ku tempuh untuk sampai pada tujuan yang diharapkan.
Tujuannya ialah Wisuda di tahun 2021 dengan predikat "Lulus Dengan Pujian".
ku Aamiin-kan tulisan ini sendiri.
Untuk sampai pada masa sekarang, sejujurnya banyak sekali rintangan yang dihadapi silih berganti, termasuk sebuah kegagalan di tahun lalu. Saat aku mengikuti seleksi masuk SPS dengan ke-2 temanku.
Kami belajar bersama, berdoa bersama, namun aku tidak masuk bersama dengan mereka.
Sakit sekali rasanya saat itu, benar-benar seperti Allah tengah meruntuhkan impianku.
Jahat sekali bukan pikiranku ini ?
Sebenarnya bukan karena kegagalan ini yang membuatku terasa sangat jatuh, tapi aku merasa gagal karena tidak mampu membahagiakan bapa juga mama.
Saat pengumuman tahun 2018 lalu, aku sangat melihat garis kekecewaan di wajah Bapa.
Lelaki yang sudah payah bekerja untuk terus mendukung setiap cita-cita anaknya.
Padahal, anaknya slalu berbuat dosa dan berbuat hal yang tidak baik kepadanya.
Begitu pula mamah, sering sekali aku mendengar tangisannya karena merasa gagal dalam mendoakan aku.
Padahal, ini memang kesalahanku bukan kesalahan mereka.
Sulit sekali untuk bangun dari sebuah kegagalan tersebut.
Terlebih saat melihat kedua temanku tengah berkuliah.
Aku sangat iri saat itu, sebuah rasa iri yang terus menghujam sampai diri ini lupa untuk mawas diri.
Hingga tiba pada satu masa bahwa aku harus bangun dan berlari kembali untuk mewujudkan semua cita yang sempat tertunda.
Aku mulai menyibukkan diri dengan segala aktivitas yang bisa ku lakukan.
Mengajar 5 hari dalam 1 Minggu, berjualan di hari Sabtu dan menghabiskan waktu baik dengan Mama, Bapa atau Danny.
Tak lama dari itu, Allah menghadapkanku lagi dengan sebuah babak baru.
Aku dan Danny harus terpisah jarak ribuan kilo meter, berpisah tempat tinggal, berpisah pulau.
Kami menjalani hubungan jarak jauh atau orang mengenalnya dengan sebutan LDR.
Danny mendapatkan sebuah pekerjaan yang sudah hampir 8 atau 9 bulan ia tunggu.
Sayangnya, saat itu pekerjaanya menuntut ia harus jauh dengan keluarganya termasuk aku.
Berat sekali rasanya saat itu, bagaimana tidak..aku harus berpisah dengan lelaki yang hampir setiap harinya menemaniku. Cukup lebay memang. Tapi itulah yang ku rasa.
Sekian bulan kami melalui hubungan jarak jauh, bukan hal yang mudah tentunya untuk dilewati.
Banyak sekali krikil yang terinjak, pertengkaran, salah paham, kesal, yang sebenarnya diakibatkan oleh rasa rindu.
Jujur..hal yang sangat sulit dibendung ialah rasa rindu.
Jika biasanya hanya perlu waktu tak kurang dari 5 menit sudah sampai dan bisa bertemu, kini perlu waktu 3 bulan sekali paling cepat untuk dapat bertemu langsung dengan jeda waktu 10 hari.
Rasanya ingin sekali ku perpanjang waktu dalam satu hari menjadi 30 jam mungkin. Ya walaupun aku tau itu sangatlah mustahil rasanya.
Sebuah permintaan konyol dari seorang budak cinta.
Setiap kali bertemu, bukan hilang rasa rindu, yang ada malah terus menerus bertambah.
Terlebih saat hari dimana Danny harus kembali ke Papua.
Sulit sekali untuk tidak menangis.
Ditahan pun sangat sulit dan tidak bisa sama sekali.
Sesak rasanya harus mengulang lagi hubungan jarak jauh.
Padahal harusnya sudah terbiasa, namun tetap saja tidak biasa.
Siapa orang di dunia ini yang terbiasa dengan perpisahan ?
Ku pikir tidak ada.
Hubungan jarak jauhku kembali datang...
hingga akhirnya...